Penciptaan Seni Rupa Murni

Penciptaan seni rupa (murni, desain, dan kriya) yang mementingkan kreativitas, sangat memerlukan keberanian bereksperimen. Ada perupa yang bereksperimen dalam penyajian bentuk seni (menciptakan bentuk baru), sementara perupa lain bereksperimen dalam memilih dan mengkombinasikan aspek konseptual penciptaan seni. Penciptaan seni rupa murni merupakan kegiatan berkarya seni lukis, seni patung, seni grafis, seni serat, dan lain-lain, untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman kehidupan menjadi perwujudan visual dilandasi kepekaan artistik. Kepekaan artistik mengandung arti, memerlukan kemampuan mengelola atau mengorganisir elemen-elemen visual untuk mewujudkan gagasan menjadi karya nyata.

A. Aspek Konseptual
Aspek konseptual dalam penciptaan karya seni rupa murni berhubungan dengan konsep-konsep penciptaan sebuah karya seni rupa itu sendiri. Aspek konseptual ini sangat berpengaruh terhadap hasil karya seni yang akan dibuat atau diciptakan. Aspek konseptual penciptaan karya seni rupa murni terdiri dari penemuan sumber inspirasi, penetapan interes seni, penetapan interes bentuk, dan penerapan prinsip bentuk.

1) Penemuan Sumber Inspirasi
Sumber inspirasi dalam penciptaan karya seni sangatlah luas dan bebas, hampir semua hal yang dapat dilihat dan dipikirkan memiliki potensi dan pesona untuk digubah menjadi karya seni. Beberapa seniman ingin diakui keberadaan diri dan karya-karyanya, yaitu dengan menampilkan karakter, gaya yang berbeda dalam mengungkapkan karyanya. Titik tolak penciptaan karya seni rupa murni adalah penemuan gagasan. Kita harus memiliki gagasan yang jelas dalam mengekspresikan pengalaman artistik. Sumber-sumber gagasan dalam penciptaan karya seni rupa antara lain sebagai berikut.
  1. Berasal dari realitas internal, perambahan kehidupan spiritual (psikologis) kita sendiri. Misalnya harapan, cita-cita, emosi, nalar, intuisi, gairah, kepribadian dan pengalaman-pengalaman kejiwaan lain yang kadangkala belum teridentifikasi dengan bahasa. Dengan kata lain, gagasan seni timbul dari kebutuhan kita sebagai manusia untuk berekspresi. 
  2. Berasal dari realitas eksternal, yaitu hubungan pribadi kita dengan Tuhan (tema religius), hubungan pribadi kita dengan sesama (tema sosial: keadilan, kemiskinan, nasionalisme), hubungan pribadi kita dengan alam (tema: lingkungan, keindahan alam) dan lain sebagainya.

2) Penetapan Interes Seni
Arti kata interest dalam bahasa Indonesia adalah perhatian atau minat. Dalam hubunganya denga seni rupa kata interes dapat diartikan sebagai minat terhadap seni rupa. Dalam aktivitas penciptaan kita harus dapat menentukan interes seni kita sendiri, sehingga dapat berkreasi secara optimal. Pada dasarnya terdapat tiga interes seni yaitu sebagai berikut.
  1. Interes pragmatis, menempatkan seni sebagai instrumen pencapaian tujuan tertentu. Misalnya tujuan nasional, moral, politik, dakwah, dan lain-lain. 
  2. Interes reflektif, menempatkan seni sebagai pencerminan realitas aktual (fakta dan kenyataan kehidupan) dan realitas khayali (realitas yang kita bayangkan sebagai sesuatu yang ideal). dan 
  3. Interes estetis, berupaya melepaskan seni dari nilai-nilai pragmatis dan instrumentalis. Jadi interes estetis mengeksplorasi nilai-nilai estetik secara mandiri (seni untuk seni). Dengan menetapkan interes seni, kita akan lebih memahami tujuan kita menciptakan karya.

3) Penetapan Interes Bentuk
Interes bentuk merupakan keterterikan terhadap bentuk-bentuk karya seni rupa murni. Untuk . mengekspresikan penghayatan nilai-nilai internal atau eksternal dengan tuntas, perlu mempertimbangkan kecenderungan umum minat dan selera seni kita sendiri. Misalnya kita dapat mencermati karya-karya yang telah kita buat selama studi. Kecenderungan yang dapat dipilih dalam penciptaan karya seni rupa murni adalah :
  1. Bentuk figuratif, yakni karya seni rupa yang menggambarkan figur yang kita kenal sebagai objek-objek alami, manusia, hewan, tumbuhan, gunung, laut dan lain-lain yang digambarkan dengan cara meniru rupa dan warna benda-benda tersebut. 
  2. Bentuk semi figuratif, yakni karya seni rupa yang “setengah figuratif”, masih menggambarkan figur atau kenyataan alamiah, tetapi bentuk dan warnanya telah mengalami distorsi, deformasi, stilasi, oleh perupa. Jadi bentuk tidak meniru rupa sesungguhnya, tetapi dirubah untuk kepentingan pemaknaan, misalnya, bentuk tubuh manusia diperpanjang, atau patung dewa yang bertangan banyak, bentuk gunung atau arsitektur yang disederhanakan atau digayakan untuk mencapai efek estetis dan artistik. 
  3. Bentuk nonfiguratif, adalah karya-karya seni rupa yang sama sekali tidak menggambarkan bentuk-bentuk alamiah, jadi tanpa figur atau tanpa objek (karenanya disebut pula seni rupa non objektif). Karya-karya seni rupa non figuratif, jadinya merupakan susunan unsur-unsur visual yang ditata sedemikian rupa untuk menghasilkan satu karya yang indah. Istilah lain menyebut karya seni rupa non figuratif adalah karya seni abstrak.

4) Penetapan Prinsip estetik
Pada umumnya karya seni rupa murni menganut prinsip estetika tertentu. unsur estetik, yaitu azas atau prinsip untuk mengubah atau merencana dalam proses mencipta nilai-nilai estetik dengan penerapan unsur-unsur senirupa. Rumusan prinsip estetik merupakan hukum atau kaidah seni yang berfungsi sebagai sumber acuan dalam berkarya seni rupa. Tiap bangsa dan tiap zaman pada hakekatnya memiliki hukum seni yang berbeda.
 sangat memerlukan keberanian bereksperimen Penciptaan Seni Rupa Murni
Seorang perupa harus dapat mengidentifikasi cita rasa keindahan yang melekat pada karya-karya yang pernah kita ciptakan. Pada tahap ini, perlu menetapkan prinsip estetika yang paling sesuai untuk mengungkapkan pengalaman kita. Alternatif prinsip estetika yang dapat dipilih dalam penciptaan karya seni rupa murni ialah sebagai berikut.
  1. Pramodern adalah prinsip estetika yang memandang seni sebagai aktivitas merepresentasi bentuk-bentuk alam, atau aktivitas pelestarian kaidah estetik tradisional 
  2. Modern adalah prinsip estetika yang memandang seni sebagai aktivitas kreatif, yang mengutamakan aspek penemuan, orisinalitas, dan gaya pribadi atau personality. 
  3. Posmodern adalah prinsip estetika yang memandang seni sebagai aktivitas permaianan tanda yang hiperriil dan ironik, sifatnya eklektik (meminjam dan memadu gaya seni lama) dan menyajikannya sebagai pencerminan budaya konsumerisme masa kini.

B. Aspek Visual
Aspek visual dalam karya seni rupa murni adalah aspek yang berhubungan dengan wujud karya seni rupa. Wujud karya seni rupa dapat direspon oleh indera manusia.  Seni rupa adalah wujud hasil karya manusia yang dapat dinikmati melalui indara penglihatan (visual). Aspek visual dalam karya seni rupa terapan terdiri dari struktur visual, komposisi, dan gaya pribadi.
  1. Struktur Visual. Untuk mewujudkan aspek konseptual menjadi karya visual, perlu ditegaskan lebih spesifik dalam subject matter, masalah pokok atau tema seni yang akan diciptakan. Misalnya tema sosial: kemiskinan, dengan pilihan objek “pengemis”. Tema perjuangan: dengan pilihan objek “Pangeran Diponegoro”, tema religius: lukisan kaligrafi dengan objek “ayat tertentu”, dan lain sebagainya. Objek-objek tersebut dapat divisualisasikan dengan berbagai cara, pilihlah unsur-unsur rupa (garis, warna, tekstur, bidang, volume, ruang), sesuai dengan kebutuhan interes seni, interes bentuk dan prinsip estetika yang telah ditetapkan dalam aspek konseptual.
  2. Komposisi. Hasil seleksi unsur-unsur rupa dikelola, ditata, dengan prinsip-prinsip tertentu, baik terhadap setiap unsur secara tersendiri maupun dalam hubungannya dengan bentuk atau warna. Dengan memperhatikan empat prinsip pokok komposisi, yaitu: proporsi, keseimbangan, irama, dan kesatuan untuk memperlihatkan karakteristik keunikan pribadi kita.
  3. Gaya pribadi. Dalam penciptaan karya seni, karakteristik atau ciri khas seorang perupa merupakan faktor bawaan, yang menandai sifat unik karya yang diciptakannya. Misalnya Raden Saleh, Basoeki Abdullah dan S. Soedjojono, meskipun sama-sama melukis dengan gaya realisme, karyanya akan sangat berlainan karena unsur gaya pribadi. Karya Raden Saleh menghadirkan suasana dramatis aristokratis, karya Basoeki Abdullah memperlihatkan idealisasi keindahan yang permai, sedangkan karya S. Soedjojono menghadirkan suasana heroisme dan nasionalisme.

Dalam aktivitas pembelajaran seni rupa, gaya pribadi akan lebih mudah terlihat apabila kebebasan berkreasi diberikan, sehingga karya-karya siswa dengan sendirinya memperlihatkan keberagaman gaya seni sesuai kepribadiannya masing-masing.

C. Aspek Operasional
Aspek operasional berkaitan dengan proses penciptaan sebuah karya seni rupa. Sebuah karya seni dihasilkan melalui beberapa tahap yang harus dilalui. Langkah-langkah kerja dalam keseluruhan proses perwujudan karya dimulai dari penetapan bahan, peralatan utama dan pendukung, serta teknik-teknik dalam memperlakukan bahan dengan peralatannya. Seluruh proses dikelompokkan ke dalam tiga tahap:
  1. Tahap persiapan. pengadaan dan pengolahan bahan utama, bahan pendukung, dan pengadaan peralatan. 
  2. Tahap Pelaksanaan, berkenaan dengan pengalaman artistik, aktivitas proses kreasi dari awal hingga selesai. 
  3. Tahap akhir, karya seni rupa yang sudah diciptakan, masih membutuhkan tindakan-tindakan khusus supaya siap dipamerkan. Jenis karya seni rupa tertentu memerlukan pembersihan menyeluruh, lapisan pengawet (coating), atau lembaran kaca dan bingkai. Jenis lain membutuhkan kemasan. Semuanya harus digarap dengan baik, sampai sebuah karya seni rupa dikatakan siap pamer.

Previous
Next Post »